schema:text
| - Keliru, Bangladesh Tolak Pengungsi Rohingya karena Mereka Memberontak di Myanmar
Minggu, 31 Desember 2023 12:52 WIB
Konten berisi klaim bahwa Bangladesh menolak pengungsi Rohingya karena pemberontakan yang mereka lakukan di Myanmar, beredar di TikTok [arsip] pada 17 November 2023. Narasi tersebut ditautkan pada sebuah video yang memperlihatkan kedatangan kapal pengungsi Rohingya di Aceh.
"Mereka datang karena orang-orang Rohingya itu paham kan orang Indonesia akan menerima mereka karena seiman tidak peduli orang Rohingya itu diusir karena apa. Bangladesh aja ogah menerima mereka padahal itu adalah tanah kelahiran moyangnya. Tapi karena pemberontakan yang mereka lakukan di Myanmar takutlah Bangladesh menerima mereka. Nanti diterima malah membentuk negara di Bangladesh," demikian isi narasi dalam video tersebut.
Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah mendapat 426 komentar dan dibagikan cembalo sebanyak 147 kali. Apa benar Bangladesh menolak pengungsi Rohingya karena pemberontakan yang mereka lakukan di Myanmar?
PEMERIKSAAN FAKTA
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan Bangladesh tercatat sebagai negara paling banyak menampung pengungsi Rohingya. Banyak pengungsi di Bangladesh terpaksa melakukan perjalanan laut yang berbahaya untuk mencapai Malaysia atau Indonesia, bukan lantaran ditolak oleh Bangladesh namun karena kondisi pengungsian yang tidak layak dan meningkatnya kekerasan.
Data Badan Pengungsi PBB, UNHCR yang ditampilkan oleh KataData per September 2023, pengungsi Rohingya dan pencari suaka lainnya yang tak memiliki status kewarganegaraan dari Myanmar tercatat sebanyak 1.094.198 orang.
Sumber: Kata Data
Rombongan Rohingya paling banyak mengungsi di Bangladesh yakni 965.467 orang atau 88,2 persen dari total pengungsi Rohingya dan pencari suaka Myanmar. Kedua adalah Malaysia yang menampung 105.762 orang atau 9,7%. Disusul India sebesar 22.110 orang atau 2%. Sedangkan Indonesia menjadi negara yang paling sedikit menampung pengungsi Rohingya, yakni 859 orang atau 0,1%.
UNHCR memberi catatan, pengungsi Rohingya dan pencari suaka yang dihitung ini merupakan orang-orang tanpa status kewarganegaraan dari Myanmar, yang secara bersamaan dihitung dalam pengungsi dan pencari suaka Myanmar.
Menurut laporan The Assessment Capacities Project (ACAPS) edisi 12 Mei 2023, di Bangladesh, sekitar 931.000 pengungsi Rohingya yang terdaftar tinggal di kamp-kamp pengungsian Ukhia dan Teknaf upazilas di Cox Bazar, yang merupakan tempat penampungan pengungsi terbesar di dunia.
Kamp pengungsian Kutupalong Balukhali di Ukhia merupakan kamp pengungsian terbesar dan terpadat di dunia, yang menampung lebih dari 630.000 pengungsi Rohingya. Hampir 30.000 pengungsi Rohingya yang terdaftar telah direlokasi dan tinggal di rumah-rumah di Bhasan Char, sebuah pulau di lepas pantai Bangladesh. Seluruh pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp Cox Bazar dan di Bhasan Char bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka
Orang-orang Rohingya yang datang ke Provinsi Aceh sejak November, sesungguhnya mereka berasal dari kamp pengungsian Cox Bazar. Mereka bukan ditolak oleh Bangladesh melainkan pergi ke negara lain untuk mencari keselamatan karena kondisi Kamp pengungsian Cox Bazar semakin tidak aman dengan lebih seringnya terjadi kriminalitas. Situasi itu membuat mereka merasa masa depan semakin suram.
Menurut Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNFPA per Juni 2023, kondisi di Cox Bazar sangat sulit. Banyak pengungsi Rohingya tinggal di tempat penampungan sementara yang penuh sesak dan tidak memberikan privasi yang memadai serta menimbulkan risiko perlindungan bagi perempuan dan anak perempuan.
Human Rights Watch mendokumentasikan 26 kasus kekerasan terhadap Rohingya, termasuk pembunuhan, penculikan, penyiksaan, pemerkosaan dan pelecehan seksual, serta pernikahan paksa, berdasarkan wawancara dengan 45 pengungsi Rohingya antara bulan Januari hingga April 2023, serta bukti-bukti pendukung seperti laporan polisi dan laporan medis.
Para korban melaporkan bahwa mereka menghadapi berbagai hambatan untuk mendapatkan bantuan polisi, hukum, dan medis, dan pihak berwenang gagal memberikan perlindungan, meningkatkan keamanan, atau mengadili mereka yang bertanggung jawab.
Pihak berwenang Bangladesh telah melaporkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata membunuh lebih dari 40 pengungsi Rohingya di kamp-kamp pada tahun 2022, sementara sedikitnya 48 pengungsi terbunuh pada paruh pertama tahun 2023. Rohingya mengatakan bahwa jumlahnya jauh lebih tinggi. Tujuh pengungsi dilaporkan terbunuh dalam tiga insiden pada tanggal 6 dan 7 Juli, termasuk seorang sub-majhi (pemimpin komunitas kamp) dan tersangka anggota kelompok militan.
Mengapa etnis Rohingya mengungsi?
Etnis Rohingnya mengungsi ke luar Myanmar karena persekusi panjang yang mereka alami. Penelitian Mohajan berjudul “History of Rakhine State and the Origin of the Rohingya”, umat Islam di Myanmar mengalami penganiayaan sejak masa pemerintahan Raja Bodawpayar (1782-1819) karena ketakutan akan penyebaran Islam. Hal itu berlanjut hingga pemerintahan militer yang dipimpin oleh Jenderal Angkatan Darat Burma Ne Win antara tahun 1966 dan 1988. Sejak tahun 1970-an, sejumlah tindakan keras terhadap Rohingya di Rakhine menyebabkan lebih dari satu juta orang mengungsi ke negara tetangga Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
PBB telah mengidentifikasi etnis Rohingya sebagai salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia minoritas, dan salah satu kelompok terbesar masyarakat tanpa kewarganegaraan.
Selama masa pemerintahan yang dipegang militer sejak 1962, melemahkan gerakan Rohingya secara sistematis. Penguasa militer mencap Rohingya sebagai orang asing, tentara membunuh, menyiksa, dan memperkosa warga minoritas ini. Mereka melarang organisasi-organisasi sosial dan politik Rohingya. Mereka juga mentransfer usaha swasta milik kelompok Rohingya kepada pemerintah, melemahkan kelompok tersebut secara finansial. Lebih jauh, kelompok Rohingya mengalami kerja paksa, penahanan tanpa peradilan, dan serangan fisik. Pada 1991 dan 1992, lebih dari 250.000 mencoba melarikan diri ke Bangladesh.
Pada 2017, saat aparat bersenjata Myanmar melakukan penyerangan bersenjata, dan membakar rumah-rumah mereka. Mereka juga memenggal para pria, memperkosa para perempuan dan membunuh anak-anak. Puluhan ribu masyarakat Rohingya kehilangan tempat tinggal. Sebelum krisis ini, 120.000 orang Rohingya yang kehilangan rumah, tinggal dalam kamp-kamp pengungsian.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Bangladesh menolak pengungsi Rohingya karena pemberontakan mereka di Myanmar adalah keliru.
Bangladesh adalah negara dengan jumlah pengungsi Rohingya tertinggi. Sejak eksodus besar-besaran etnik Rohingya dari Myanmar pada 2017, Bangladesh telah menampung sekitar 1 juta pengungsi.
Pengungsi Rohingya melarikan diri dari sejumlah camp pengungsian di Bangladesh, lantaran meningkatnya aksi kekerasan, camp yang penuh sesak, kekurangan makanan hingga tidak adanya kesempatan kerja. Mereka memilih mempertaruhkan nyawa mereka dalam perjalanan perahu yang berbahaya ke negara-negara di Asia Tenggara di mana mereka berharap untuk menemukan sesuatu yang lebih baik.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]
|