schema:text
| - Menyesatkan, Video yang Diklaim tentang Kejanggalan Pengungsi Rohingya
Rabu, 10 Januari 2024 20:11 WIB
Video berdurasi 1 menit 53 detik dengan narasi kejanggalan pengungsi Rohingya, beredar di media sosial Facebook [arsip]. Diunggah pada 29 Desember 2023, narator dalam video menyebutkan narasi seperti orang Rohingya kerap mengaku beragama Islam namun kabur saat perang agama. Selain itu, mereka dituding mengaku Muslim tapi tidak terlihat tanda-tanda yang melaksanakan salat.
Hingga artikel ini ditulis, video tersebut telah ditonton 1,7 juta tayangan online dan disukai 22 ribu kali. Lantas, benarkah etnis ronghiya mengaku bearagam Islam tapi tidak salat dan mereka mengungsi karena kabur dari perang agama?
PEMERIKSAAN FAKTA
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa gambar dalam video tersebut memang benar kumpulan foto pengungsi Rohingya di Indonesia pada November dan Desember 2023. Namun, narasi yang disematkan tidak berbasis bukti.
Klaim 1: Konflik Rohingya Akibat Perang Agama
Fakta: Beberapa sumber kredibel tidak menyebutkan konflik Rohingya di Myanmar akibat perang agama, tetapi sebenarnya dipicu karena perbedaan status. Seperti tidak diakuinya kewarganegaraan warga Rohingya oleh pemerintah Myanmar, serta faktor diskriminasi budaya dan ketimpangan sosial.
Pemerintah Myanmar, seperti dikutip dari arsip berita TEMPO, menolak memberikan kewarganegaraan kepada warga Rohingya lantaran sebagian besar etnis Rohingya tidak memiliki dokumen hukum.
Hingga pada tahun 1990-an junta Myanmar mengeluarkan kartu identitas, yang diberi nama kartu putih kepada banyak warga Muslim, baik Rohingya maupun non-Rohingya. Kartu putih memberikan hak terbatas tetapi tidak diakui sebagai bukti kewarganegaraan.
Dikutip dari Council on Foreign Relation, pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai bagian dari 135 etnis resmi di Myanmar karena dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, meskipun banyak dari mereka yang berasal dari Myanmar sejak berabad-abad yang lalu. Pemerintah Myanmar secara efektif melembagakan diskriminasi terhadap kelompok etnis melalui pembatasan pernikahan, keluarga berencana, pekerjaan, pendidikan, pilihan agama, dan kebebasan bergerak.
Dalam banyak catatan sejarah, seperti dikutip dari The Conversation, persekusi terhadap etnis rohingya sudah berlangsung sejak abad 17. Saat itu Inggris yang menguasai Myanmar (dulu dikenal sebagai Burma) mendorong mereka menerapkan kebijakan penggunaan tenaga kerja migran untuk meningkatkan produksi padi dan keuntungan. Banyak orang Rohingya masuk Myanmar sebagai bagian dari kebijakan ini pada abad ke-17 itu. Menurut data sensus, antara 1871 dan 1911, populasi muslim meningkat tiga kali lipat.
Inggris kala itu menjanjikan etnis Rohingya tanah terpisah–sebuah “Wilayah Nasional Muslim”–sebagai ganti dukungan mereka. Selama Perang Dunia II, contohnya, kelompok Rohingya berpihak pada Inggris, sementara pihak nasionalis Myanmar mendukung Jepang.
Ketika Myanmar meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1948, masyarakat Rohingya kembali meminta wilayah otonom yang dulu dijanjikan, namun Pemerintah Myanmar menolak permintaan mereka. Pemerintah Myanmar juga menolak memberikan status kewarganegaraan pada etnis Rohingya lantaran mereka dianggap imigran. Konflik pun pecah. Pada 1950, beberapa orang Rohingya memberontak terhadap kebijakan Pemerintah Myanmar. Tentara Myanmar kemudian menghancurkan gerakan pemberontakan tersebut.
Pada 1977, ketika tentara Myanmar meluncurkan program nasional pencatatan warga, orang-orang Rohingya kembali dianggap sebagai warga ilegal. Lebih dari 200.000 orang kemudian melarikan diri ke Bangladesh pada saat itu karena kekejaman yang terus berlanjut. Puncaknya kala Undang-undang Kewarganegaraan Myanmar, yang disahkan pada 1982, secara formal menolak memberikan hak-hak kewarganegaraan pada kelompok Rohingya.
Klaim 2: Orang Rohingya mengaku Islam tapi tidak berinisiatif untuk salat
Fakta: Berbagai sumber kredibel mencatat, saat di lokasi pengungsian etnis Rohingya menjalankan salat layaknya seorang Muslim.
Dikutip dari arsip berita Tempo, etnis Rohingya merupakan etnis minoritas Muslim di Myanmar yang menggunakan bahasa Rohingya dan memiliki kemiripan dengan bahasa Bengali. Etnis Rohingya sendiri bermukim di Rakhine. Mereka merupakan keturunan dari bangsa Arab, Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid.
Di lokasi Pengungsian Balai Meuseuraya Aceh (BMA) di Banda Aceh misalnya, ratusan pengungsi Rohingya menggelar salat Asar berjamaah. Pantauan DetikSumut, 135 pengungsi tiba di BMA sekitar pukul 14.50 WIB, Senin, 11 Desember 2023. Mereka berada di sekitar toilet di kompleks gedung tersebut. Pengungsi pria dan wanita masuk ke kamar mandi berbeda. Sejumlah pengungsi laki-laki tampak bersih-bersih dan mengganti pakaian mereka. Ketika memasuki waktu salat Ashar tiba, sebagian pengungsi berkumpul di halaman samping gedung.
Puluhan pria pengungsi Rohingya juga terlihat melaksanakan salat Jumat di mushola yang berada dalam kompleks eks Kantor Imigrasi Lhokseumawe di Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe. Laporan Tribun Aceh, salat jumat perdana ini diikuti belasan orang pengungsi Rohingya dan juga relawan yang sedang bertugas di lokasi tersebut bersama beberapa warga. Mereka mengikuti salat Jumat perdana itu, dengan menggelar tikar dalam musala. Sebagian besar mengikuti salat Jumat perdana mengenakan kain sarung, peci, dan sebagian lagi mengenakan celana panjang.
Sementara di Bangladesh, dikutip dari Viva, ratusan pengungsi Rohingya melaksanakan salat Idul Adha di lapangan terbuka. Pengungsi Rohingya di Cox's Bazaar, Bangladesh, tak jauh dari wilayah Kutupalong terlihat memenuhi lapangan. Seorang imam memimpin salat, ceramah, dan doa, yang diikuti makmum dengan khusyu dan khidmat.
KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan fakta Tempo, video dengan narasi pengungsi Rohingya mengaku Islam tapi tidak salat dan mengungsi karena perang agama adalah menyesatkan.
Beberapa sumber kredibel menyebutkan konflik Rohingya di Myanmar sebenarnya dipicu karena perbedaan status, seperti tidak diakuinya kewarganegaraan warga Rohingya oleh pemerintah Myanmar. Selain itu, ada pula faktor diskriminasi budaya dan ketimpangan sosial.
Etnis Rohingya sendiri diketahui merupakan etnis minoritas Muslim di Myanmar yang menggunakan bahasa Rohingya dan memiliki kemiripan dengan bahasa Bengali. Etnis Rohingya bermukim di Rakhine dan merupakan keturunan dari bangsa Arab, Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]
|